MASALAH SOSIAL YANG ADA BERADA DI SEKITAR KITA #9
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian
antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan
kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat
menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok
atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat
terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita
yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial
dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah,
organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial
dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor
Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
1. Faktor
Ekonomi, faktor ini merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial.
Apalagi setelah terjadinya krisis global PHK mulai terjadi di mana-mana dan
bisa memicu tindak kriminal karena orang sudah sulit mencari pekerjaan.
Kemiskinan, pengangguran dll itu salah satu contoh faktor ekonomi yang akan
mempengaruhi pola dan gaya hidup masyarakat, contoh ketika ada keluarga yang
miskin niscaya mereka akan terus bekerja demi makan dalam untuk 1 hari ketika
tiba hari esok itu tandanya saat itupula mereka mencari rejeki demi menyambung
hidup dan begitu seterusnya hingga mukjizat datang yang membuat mereka menjadi
kaya (eeeaaa, korban sinetron haha).
Dan ketika berada di sebuah keluarga yang
serba berkecukupan, maka pola hidupnya pun terasa sangat indah karena apapun
yang mereka inginkan akan secara mudah mereka mengeluarkan duit banyak hanya
demi sebuah merk, yaa walaupun memang tidak semua seperti itu karena saya
mempunyai seorang kerabat walaupun hidup serba berkecukupan mereka tetap low
profile serta tidak menghamburkan duit hanya untuk berfoya-foya tetapi juga
selalu ingat akan pentingnya amal sedekah-jariah. Faktor ekonomi juga
mempengaruhi pendidikan seseorang, meskipun sekarang sudah ada tunjangan yang
membuat biaya sekolah murah tetapi ketika kita diharuskan untuk memiliki buku,
nah itulah yang mengakibatkan bibit-bibit muda yang akan menjadikan bangsa
Indonesia ini hebat langsung mundur untuk tidak melanjutkan, karena tidak
kesanggupan orangtua untuk membeli buku. Anda
saja sekolah murah itu benar-benar murah.
2.Faktor
Budaya, Kenakalan remaja menjadi masalah sosial yang sampai saat ini sulit
dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang berdampak
negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar suatu bangsa
merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun sejak dahulu. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku
yang mendasar yang terdiri dari kumpulan nilai preferensi dan perilaku.
Tapi sadarkah kalian, betapa tergerusnya budaya
asli kita akan kehadirannya budaya Barat yang sangat meleburkan moral kita
sebagai Negara yang sopan santun dan ramah tamah? , mungkin sebenarnya sudah
sadar tetapi hanya saja tidaklah ada tindakan real dari kita semua untuk
memperbaikinya. Ayam kampus, cabe-cabean
bahkan jilboobs salah satu contoh perusak moral dinegara kita loh meskipun
untuk kalangan bos besar, hal ini justru menyenangkan. Kita menyikapi fenomena
ini dengan berbagai pendapat, ada yang merasa miris, ilfeel melihatnya justru
ada juga yang senang karena dapat bahan baru #eh. Jika ada teman-teman kita
yang seperti itu ya seenggaknya kita beri tahu bagusnya cara berkapakaian agar
terlihat elegan, jangan pake jilbab tapi ngepres banget trus ada yang pake
tanktop doang kemana-mana, itu malah buat
para lelaki ngilu. Untuk menyikapi masalah budaya yang terakhir, ini pesan
penting untuk para lelaki yang memang lelaki ya, STOP BERTINGKAH KAYA
TERONG-TERONGAN harkat martabat kalian yang akan menjadi kepala keluarga itu
mau ditaro dimana? Tolong pikirkan kembali akhlak budaya kita sebagai warga
Indonesia yang Terhormat bro.
3.Faktor
Biologis, Penyakit menular bisa menimbulkan masalah sosial bila penyakit
tersebut sudah menyebar disuatu wilayah atau menjadi pandemik.
Manusia adalah
mahluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan. Misalnya, ia
lapar kalau tidak makan selama 20 jam, kucing pun demikian. Manusia memerlukan
lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, sapi pun juga begitu. Faktor
biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, dan bersatu dengan faktor
sosiopsikologis.
Bahwa warisan
biologis menusia menentukan perilakunya, dapat dilacak sampai struktur DNA yang
menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang
tuanya. Sedemikian besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran
baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, dan
moral bersumber dari struktur biologinya. Aliran ini dinamakan sosiobiologi. Menurut
Wilson, perilaku sosial manusia dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah
diprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
Program ini
disebut ”epigenetic rules”, yang mengatur perilaku manusia seperti
kecenderungan menghindari ”incest”, kemampuan memahami ekspresi wajah, sampai
kepada persaingan politik. Meskipun
pemikiran bahwa sosiobiologis sebagai determinisme biologis dalam kehidupan
sosial, kenyataannya menunjukkan bahwa struktur biologis manusia seperti
genetika, sistem syaraf, dan sistem hormonal, sangat mempengaruhi perilaku
manusia. Struktur genetis misalnya akan berpengaruh terhadap kecerdasan,
kemampuan sensasi, dan emosi,. Sistem syaraf
mengatur pekerjaan otak dan pengolahan informasi dalam jiwa manusia. System
hormonal bukan saja mempengaruhi mekanisme biologis, tetapi juga mempengaruhi
proses psikologis.
4.Faktor
Psikologis, Aliran sesat sudah banyak terjadi di Indonesia dan meresahkan
masyarakat walaupun sudah banyak yang ditangkap dan dibubarkan tapi aliran
serupa masih banyak bermunculan di masyarakat sampai saat ini.
Masalah sosial menemui pengertiaannya sebagai sebuah
kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap dapat merugikan kehidupan sosial
serta bertentangan dengan standar sosial yang telah disepakati. Keberadaan
masalah sosial ditengah kehidupan masyarakat dapat diketahui secara cermat
melalui beberapa proses dan tahapan analitis, yang salah satunya berupa tahapan
diagnosis. Dalam mendiagnosis masalah sosial diperlukan sebuah pendekatan
sebagai perangkat untuk membaca aspek masalah secara konseptual. Eitzen
membedakan adanya dua pendekatan yaitu person blame approach dan system blame
approach.
Person blame approach merupakan suatu pendekatan untuk memahami masalah
sosial pada level individu. Diagnosis masalah menempatkan individu sebagai unit
analisanya. Sumber masalah sosial dilihat dari faktor-faktor yang melekat pada
individu yang menyandang masalah. Melalui diagnosis tersebut lantas bisa
ditemukan faktor penyebabnya yang mungkin berasal dari kondisi fisik, psikis
maupun proses sosialisasinya.
Sedang pendekatan kedua system blame approach merupakan unit analisis untuk
memahami sumber masalah pada level sistem. Pendekatan ini mempunyai asumsi
bahwa sistem dan struktur sosial lebih dominan dalam kehidupan bermasyarakat.
Individu sebagai warga masyarakat tunduk dan dikontrol oleh sistem. Selaras
dengan itu, masalah sosial terjadi oleh karena sistem yang berlaku didalamnya
kurang mampu dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk
penyesuaian antar komponen dan unsur dalam sistem itu sendiri.
Dari kedua pendekatan tersebut dapat diketahui, bahwa sumber masalah dapat
ditelusuri dari ”kesalahan" individu dan "kesalahan" sistem.
Mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut akan sangat berguna dalam rangka
melacak akar masalah untuk kemudian dicarikan pemecahannya. Untuk mendiagnosis
masalah pengangguran misalnya, secara lebih komprehensif tidak cukup dilihat
dari faktor yang melekat pada diri penganggur saja seperti kurang inovatif atau
malas mencari peluang, akan tetapi juga perlu dilihat sumbernya masalahnya dari
level sistem baik sistem pendidikan, sistem produksi dan sistem perokonomian
atau bahkan sistem sosial politik pada tingkat yang lebih luas.
Anak jalanan: Dilema? Sebenarnya isltilah anak jalanan pertama kali
diperkenalkan di Amerika Selatan atau Brazilia yang digunakan bagi kelompok
anak-anak yang hidup dijalanan umumnya sudah tidak memiliki ikatan tali dengan
keluarganya.Anak-anak pada kategori ini pada umumnya sudah terlibat pada
aktivitas-aktivitas yang berbau criminal. Kelompok ini juga disebut dalam
istilah kriminologi sebagai anak-anak dilinguent. Istilah ini menjadi rancu
ketika dicoba digunakan di negara berkembang lainnya yang pada umumnya mereka
masih memiliki ikatan dengan keluarga. UNICEF kemudian menggunakan istilah
hidup dijalanan bagi mereka yang sudah tidak memiliki ikatan keluarga, bekerja
dijalanan bagi mereka yang masih memiliki ikatan dengan keluarga. Di Amerika
Serikat juga dikenal istilah Runauay children yang digunakan bagi anak-anak
yang lari dari orang tuanya.
Walaupun pengertian anak jalanan memiliki konotasi yang negatif di beberapa
negara, namun pada dasarnya dapat juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja
dijalanan yang bukan hanya sekedar bekerja di sela-sela waktu luang untuk
mendapatkan penghasilan, melainkan anak yang karena pekerjaannya maka mereka
tidak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara jasmnai, rohani dan
intelektualnya. Hal ini disebabkan antara lain karena jam kerja panjang, beban
pekerjaan, lingkungan kerja dan lain sebagainya.
Anak jalanan ini pada umumnya bekerja pada sector informal. Phenomena munculnya
anak jalanan ini bukanlah karena adanya transformasi system social ekonomi dan
masyarakat pertanian ke masyarakat pra-industri atau karena proses
industrialisasi. Phenomena ini muncul dalam bentuk yang sangat eksploratif
bersama dengan adanya transformasi social ekonomi masyarakat industrialsasi
menuju masyarakat yang kapitalistik.
Kaum
marjinal ini selanjutnya mengalami distorsi nilai, diantaranta nilai tentang
anak. Anak, dengan demikian bukan hanya dipandang sebagai beban, tetapi
sekaligus dipandang sebagai factor ekonomi yang bisa dipakai untuk mengatasi
masalah ekonomi keluarga. Dengan demikian, nilai anak dalam pandangan orang tua
atau keluarga tidak lagi dilihat dalam kacamata pendidikan, tetapi dalam
kepentingan ekonomi. Sementara itu, nilai pendidikan dan kasih saying semakin
menurun. Anak dimotivasi untuk bekerja dan menghasilkan uang.
Dalam konteks
permasalahan anak jalanan, masalah kemiskinan dianggap sebagai penyebab utama
timbalnya anak jalanan ini. Hal ini dapat ditemukan dari latar belakang
geografis, social ekonomi anak yang memang datang dari daerah-daerah dan
keluarga miskin di pedesaan maupun kantong kumuh perkotaan. Namun, mengapa
mereka tetap bertahan, dan terus saja berdatangan sejalan dengan pesatnya laju
pembangunan?
Ada banyak teori yang bisa menejlaskan kontradiksi-kontradiksi antara
pembangunan dan keadilan-pemerataan, desa dan kota, kutub besar dan kutub
kecil, sehingga lebih jauh bila terpetakan lebih jelas persoalan hak asasi
anak. Meskipun demikian, kemiskinan bukanlah satu-satunya factor penyebab
timbulnya masalah anak jalanan. Dengan demikian, adanya sementara anggapan
bahwa masalah anak jalanan akan hilang dengan sendirinya bila permasalahan
kemiskinan ini telah dapat diatasi, merupakan pandangan keliru. Karena anak
jalanan itu ada karena suatu sugesti yang sudah di anggap sebagai kalangan
bawah khususnya anak-anak yang berlatar belakang tidak bagus bahwa anak jalanan
dapat membantu dia hidup lebih layak karena selain bisa mendapatkan duit juga
bisa mendapatkan banyak teman yang mungkin akan mampu saling membantu ketika
saling membutuhkan.
Sebenarnya ada juga yang tidak kalah
menarik perhatian kita semua, yaitu penyakit syaraf yang biasa juga di pandang
sebagai stres. Stres ini sangat berbahaya, karena penyakit ini akan datang
dimana dia sedang dalam ekspektasi tinggi dengan suatu hal yang akan dia capai
dan mampu diraihnya serta sudah ada angan-angan akan indahnya skenario dalam
mimpinya itu secara mengejutkan berbalik 180 derajat. Dan saat itulah kejiwaan
psikologis mulai terganggu karena akannya tinggi harapan yang tidak disertai
kesadaran diri akan kemampuan yang dimiliki.
Kalangan seperti ini bisa ditemui
selepas adanya pemilihan legislatif dan pemilihan umum, dimana caleg yang berhasil
akan meneruskan mimpinya dan yang gagal akan menemui kesuraman disetiap harinya
dan saya jamin “mimpi buruk” selalu menemaninya jika “gagal move on” dan
kembali berusaha secara positif agar usahanya menjadi berkah. Karena banyak
orang yang menghalalkan segala cara demi suatu yang diharapkan dan diimpikan.
Sumber :
http://organisasi.org/definisi-pengertian-masalah-sosial-dan-jenis-macam-masalah-sosial-dalam-masyarakat
http://dirtyfarms.blogspot.com/2012/12/masalah-sosial-yang-terjadi-di.html
Komentar
Posting Komentar